Rabu, 15 Februari 2017

Menculik Diana - Part 2 (Inspired by Diana Wardhani)

Cerita ini hanyalah fiktif belaka, jika ada kesamaan mengenai nama tokoh, latar, maupun hal apapun dalam cerita ini hanyalah kebetulan semata.
Kami berdua sangat menikmati perjalanan menggunakan mobil pribadiku dengan sangat enjoy. Indahnya pemandangan membuat kami makin terlihat mesra, terlebih dibalut dengan cuaca yang mendadak dingin karena mendung. Setelah sekitar 1 jam perjalanan dari pantai, kami mendengar suara Adzan Ashar dan lantas berhenti di sebuah masjid untuk menunaikan sholat Ashar. Seusai menunaikan sholat Ashar, kami melanjutkan perjalanan dan akhirnya kami sampai pada sebuah villa pada pukul 15.30 dan kami memutuskan untuk menyewa villa tersebut untuk waktu semalam. Kami sepakat untuk memesan satu kamar untuk menghemat ongkos (hitung-hitung biar bisa tidur bareng).

Aku dan Diana akhirnya berhasil melakukan check-in di sebuah rumah kecil bernomor 212, rumah yang hanya terdiri dari kamar tidur, teras, dan kamar mandi. Lengkap pula dengan fasilitas menarik seperti TV LED (dilengkapi layanan TV kabel dengan jumlah saluran sebanyak 70 channel), Wi-Fi untuk akses internet, dispenser untuk membuat teh dan kopi, pemanggang roti, pemanas air lengkap dengan shower dan bath tap untuk berendam, dan lain-lain.

Setelah kami melakukan check-in, kami kembali menuju mobil pribadiku untuk melakukan perjalanan menuju puncak, untuk menikmati indahnya suasana malam hari yang penuh gemerlap sembari menyediakan momen untuk mengungkapkan isi hatiku untuk Diana. Hanya butuh waktu 30 menit, kami tiba di kawasan puncak untuk menikmati quality-time berdua. Diana pun bertanya-tanya tentang apa yang aku lakukan.

"Qi, ngapain sih kok kamu ngajak Diana bermalam di villa? Diana belum pernah nih seperti ini. Kita juga belum ada ikatan pernikahan, Diana takut kalau ada yang ngomong di belakang." tanya Diana.
"Diana ku, aku di sini pengen kamu bisa hilang dari stress kamu selama kamu beraktivitas sehari-hari. Mumpung kita lagi sama-sama free, kita quality-time bareng aja, kamu pamit aja baik-baik sama orang tuamu kalau kamu bakal aman-aman saja." saranku.
"Mmmmm, Diana masih takut nih kalau nanti kenapa-kenapa." jawab Diana dengan perasaan khawatir.
"Tapiii.... aku ikhlas kok kalau buat bahagiain kamu, orang yang aku sayang." tambah Diana dengan penuh yakin.
"Benar-benar bidadari yang baik hati, aku suka deh." balasku.
"Kamu bisa aja sih!" Diana membalas balik dengan penuh manja.

Karena udara di puncak begitu dingin, kami pun mengenakan jaket untuk melindungi tubuh dari kedinginan. Kami pun pergi menuju arah sebuah toko kelontong di sekitar lokasi untuk membeli sejumlah makanan ringan untuk bekal menikmati waktu malam.

Waktu hampir menjelang Maghrib. Kami pun langsung mencari musholla jauh lebih awal sebelum waktu Adzan. Kami segera mengambil wudhu dan langsung membaca ayat-ayat Al-Qur`an sebelum Adzan berkumandang. Beberapa menit kemudian, Adzan pun berkumandang dan kami langsung menunaikan sholat Maghrib sebelum kami melakukan dinner di sebuah warung kecil.

Tiba di warung kecil, kami pun langsung memesan sepiring nasi goreng dan segelas teh hangat untuk dinikmati berdua.

"Enak ya kita bisa dinner berdua seperti ini." kata Diana.
"Hmmm, ini emang pengalaman yang asyik deh." jawabku.
"Tapi kok cuma pesan sepiring?" tanya Diana dengan nada kebingungan.
"Ah nanti kita cuap-cuapan yuk, biar kita berasa TTM-an" balasku.
"Ihh, kok kamu tambah genit sih?" rayu Diana.
"Sini aku pegangin pundakmu, biar gak kedinginan." pintaku.

Badanku dan juga Diana semakin sulit menahan dinginnya udara ini meskipun sudah mengenakan jaket. Kami pun saling merangkul satu sama lain untuk bisa menghangatkan tubuh. Setelah kami melihat ke arah meja ternyata pesanan kami sudah siap, dan kami langsung makan malam bersama sambil bercuap-cuap ria.

"Buka dong mulutnya," pintaku.
Diana pun membuka mulutnya, dan aku pun langsung mengarahkan sendok yang berisi nasi goreng dan telur itu ke arah mulutnya. Dan dia pun merasakan sedapnya nasi goreng yang telah dipesan.
"Hmmm, enak banget nasi gorengnya. Sekarang gantian yaa." jawab Diana sambil memintaku membuka mulutku.
Aku pun langsung membuka mulutnya dan akupun merasakan betapa nikmatnya bisa disuapin oleh orang yang kusayangi.
"Kamu bener-bener wanita idaman deh. Sekarang kamu lagi yaa yang makan, aku yang suapin." kataku.

Kami semakin asyik menikmati dinner itu, bahkan minuman pun kami minum berdua dengan dua sedotan dalam satu gelas. Setelah dinner, kami mencoba menuju sebuah tempat di mana banyak orang berkumpul untuk menikmati pemandangan malam, tepat di malam minggu yang sangat spesial bagi kami.

1 jam telah berlalu, kami sangat menikmati indahnya waktu malam berdua di puncak. Dan pada saat itulah, aku semakin tidak bisa menahan keinginanku untuk mengungkapkan perasaannku kepada Diana.

"Diana, aku mau ngomong sesuatu buat kamu di malam ini." pintaku.
"Ada apa Qi? Ngomong aja terus terang." jawab Diana.
"Di, sebenernya aku mau ngomong kalau aku bener-bener sayang sama kamu sejak mengenalmu di TV dan socmed." ujarku lirih.
Diana hanya bisa terdiam mendengar ucapanku. Namun aku terus coba berusaha meyakinkannya.
"Sekarang, coba kamu tutup kedua matamu, dan rasakan." pintaku.
"Gelap, gak keliatan apa-apa nih." jawab Diana.
"Seperti itulah hari-hariku, Diana. Di saat ku sedang sendirian di rumah apalagi sebelum tidur, aku sering nangis sendirian. Karena aku ingin ada seseorang wanita yang bisa menemani di sampingku." kataku dengan lirih.
"Sekarang, coba buka lagi matamu. Dan rasakan perbedaannya." pintaku lagi.
"Walaupun ini malam hari, tapi ada bintang-bintang yang menerangi kita. Kita bisa lihat gemerlapnya dunia yang sangat indah." Diana menjawab perintahku.
"Sejak aku mengenalmu, hidupku jadi terasa lebih berwarna. Walaupun aku masih sering menangis di saat ku sendiri, bayanganmu memberikanku harapan untuk masa depanku. Aku gak mau kehilangan kamu, gadis yang selalu mewarnai perjalanan hidupku. Aku harap kamu mau menerima perasaan cintaku ini, sayang." aku berkata lagi dengan nada lirih.

Mendengar perkataanku, Diana tampak meneteskan air mata, entah itu air mata kebahagiaan atau kesedihan. Aku pun juga larut dalam tangisan itu, kemudian aku pun mengambil cincin dan memasangnya di jari manisnya.
"Diana sayangku, terimalah cincin ini, sebagai tanda jadi hubungan kita. Aku ingin bisa hidup bahagia denganmu untuk selama-lamanya, bahkan hingga di surga nanti." pintaku.
"A...a...aku juga sayang kamu, Qi. Diana gak nyangka kamu bisa jadi laki-laki yang nyaman untukku. Diana benar-benar udah ikhlasin hidupku buat kamu." jawabnya sambil menangis sejadi-jadinya. "Kalau kamu mau melamarku, besok pagi gak apa-apa datang aja ke rumah orang tuaku." tambahnya.

Kemudian kami berpelukan setelah aku memasangkan cincin ke jari manis Diana. Kami pun kemudian kembali ke musholla untuk melaksanakan sholat Isya'. Lalu kami pun memutuskan untuk kembali ke villa.

== TO BE CONTINUED ==

Tidak ada komentar:

Posting Komentar